manfaat urine sapi untuk tanaman padi
- Sumber Nutrisi Makro Esensial. Urine sapi kaya akan nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), yang merupakan nutrisi utama bagi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi. Nitrogen sangat penting untuk pembentukan klorofil dan pertumbuhan daun, sedangkan fosfor mendukung perkembangan akar dan pembungaan, serta kalium berperan dalam pengisian gabah dan ketahanan tanaman terhadap stres. Penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmu Pertanian Tropika pada tahun 2017 menunjukkan peningkatan serapan NPK yang signifikan pada tanaman padi yang diaplikasikan urin sapi terfermentasi.
- Penyedia Mikronutrien. Selain nutrisi makro, urin sapi juga mengandung berbagai mikronutrien penting seperti besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), dan boron (B), yang vital untuk fungsi metabolik tanaman padi. Kekurangan mikronutrien ini dapat menghambat pertumbuhan dan mengurangi hasil panen, sehingga suplai dari urin sapi dapat mencegah defisiensi. Studi oleh Balai Penelitian Tanah pada tahun 2019 mengindikasikan bahwa urin sapi dapat membantu mengatasi gejala kekurangan mikronutrien pada varietas padi tertentu di lahan marginal.
- Meningkatkan Kesuburan Tanah. Aplikasi urin sapi secara teratur dapat memperbaiki struktur dan komposisi fisik, kimia, serta biologi tanah sawah. Kandungan bahan organik dalam urin dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, yang memungkinkan tanah menahan nutrisi lebih baik dan mencegah pencucian. Hal ini pada gilirannya menciptakan lingkungan tanah yang lebih subur dan mendukung pertumbuhan akar padi yang optimal.
- Mendorong Aktivitas Mikroba Tanah. Urine sapi mengandung berbagai senyawa organik yang menjadi substrat bagi mikroorganisme tanah, termasuk bakteri dan fungi yang bermanfaat. Peningkatan aktivitas mikroba ini penting untuk dekomposisi bahan organik, siklus nutrisi, dan pembentukan agregat tanah yang sehat. Penelitian di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2020 menunjukkan peningkatan populasi bakteri pelarut fosfat dan penambat nitrogen bebas di tanah yang diaplikasikan urin sapi.
- Mengurangi Ketergantungan Pupuk Kimia. Dengan menyediakan sebagian besar nutrisi yang dibutuhkan tanaman padi, penggunaan urin sapi dapat secara signifikan mengurangi kebutuhan akan pupuk kimia sintetis. Ini tidak hanya menurunkan biaya produksi bagi petani tetapi juga meminimalkan dampak negatif lingkungan seperti pencemaran air dan emisi gas rumah kaca. Transisi ini mendukung praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
- Meningkatkan Efisiensi Penyerapan Nutrisi. Senyawa bioaktif dalam urin sapi, termasuk asam humat dan fulvat yang terbentuk selama fermentasi, dapat membantu kelasi nutrisi sehingga lebih mudah diserap oleh akar tanaman padi. Ini berarti tanaman dapat memanfaatkan nutrisi yang tersedia dengan lebih efisien, bahkan dalam kondisi tanah yang kurang ideal. Peningkatan efisiensi ini berkontribusi pada pertumbuhan tanaman yang lebih kuat dan hasil panen yang lebih tinggi.
- Memperbaiki Drainase dan Aerasi Tanah. Kandungan bahan organik dalam urin sapi dapat membantu memperbaiki struktur tanah, khususnya pada tanah liat yang padat atau tanah berpasir yang rentan terhadap kehilangan air. Ini meningkatkan porositas tanah, memungkinkan drainase yang lebih baik dan sirkulasi udara yang optimal di zona perakaran. Kondisi tanah yang baik ini sangat krusial untuk pertumbuhan akar padi yang sehat dan mencegah kondisi anoksik yang merugikan.
- Meningkatkan Kualitas Gabah. Nutrisi seimbang yang disediakan oleh urin sapi dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas gabah padi, termasuk kandungan protein, pati, dan vitamin. Ketersediaan kalium yang cukup, misalnya, berperan penting dalam pengisian gabah dan ketahanan terhadap serangan hama penyakit, menghasilkan gabah yang lebih padat dan bernutrisi. Data dari petani mitra di Jawa Barat menunjukkan peningkatan bobot 1000 butir gabah setelah aplikasi rutin urin sapi.
- Mengurangi Stres Tanaman. Senyawa bioaktif dalam urin sapi dapat membantu tanaman padi mengatasi berbagai stres lingkungan, seperti kekeringan, salinitas, atau suhu ekstrem. Hormon tumbuhan alami yang mungkin terkandung dalam urin, atau peningkatannya melalui aktivitas mikroba, dapat memicu respons adaptif pada tanaman. Ini memungkinkan tanaman untuk mempertahankan pertumbuhan dan produktivitasnya bahkan di bawah kondisi yang kurang menguntungkan.
- Potensi Pengendalian Hama dan Penyakit. Meskipun bukan insektisida atau fungisida langsung, beberapa studi menunjukkan bahwa aplikasi urin sapi dapat meningkatkan ketahanan alami tanaman padi terhadap serangan hama dan penyakit. Bau menyengat dari urin sapi yang belum difermentasi dapat berfungsi sebagai repelen bagi beberapa hama, sementara peningkatan kesehatan tanaman secara keseluruhan membuatnya lebih resisten terhadap infeksi patogen. Penelitian di India melaporkan penurunan insiden penyakit blas pada padi yang diaplikasikan urin sapi.
- Peningkatan Hasil Panen. Kombinasi dari semua manfaat di ataspenyediaan nutrisi lengkap, perbaikan kesuburan tanah, peningkatan aktivitas mikroba, dan ketahanan tanamanpada akhirnya mengarah pada peningkatan hasil panen padi. Tanaman yang tumbuh lebih sehat dan kuat cenderung menghasilkan lebih banyak gabah dengan kualitas yang lebih baik. Berbagai uji coba lapangan di berbagai daerah menunjukkan peningkatan produksi padi sebesar 10-25% setelah penggunaan urin sapi yang teratur.
- Ramah Lingkungan. Pemanfaatan urin sapi sebagai pupuk adalah praktik yang sangat ramah lingkungan karena mengurangi limbah peternakan dan mencegah pencemaran lingkungan. Ini juga mengurangi jejak karbon pertanian dengan mengurangi produksi dan transportasi pupuk kimia sintetis. Dengan demikian, praktik ini mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan dan mempromosikan pertanian regeneratif.
- Efisiensi Biaya. Bagi petani, urin sapi adalah sumber pupuk yang relatif murah atau bahkan gratis, terutama jika mereka memiliki ternak sapi sendiri. Ini secara signifikan dapat menurunkan biaya input pertanian, sehingga meningkatkan profitabilitas usaha tani padi. Pengurangan pengeluaran untuk pupuk kimia dapat menjadi faktor penentu keberlanjutan ekonomi petani kecil.
- Mengurangi Pencucian Nitrogen. Nitrogen dalam urin sapi umumnya berada dalam bentuk urea, yang dapat dihidrolisis menjadi amonia dan kemudian nitrat oleh mikroorganisme tanah. Ketika diaplikasikan dengan benar, terutama setelah fermentasi, nitrogen dalam urin cenderung lebih stabil dan kurang rentan terhadap pencucian dibandingkan pupuk nitrogen sintetis. Ini memastikan ketersediaan nutrisi yang lebih lama bagi tanaman padi dan mengurangi kehilangan nutrisi ke lingkungan.
- Meningkatkan Retensi Air Tanah. Bahan organik yang terkandung dalam urin sapi, seiring waktu, dapat meningkatkan kapasitas retensi air tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik yang lebih tinggi mampu menahan air lebih lama, yang sangat menguntungkan bagi tanaman padi, terutama di daerah yang sering mengalami fluktuasi ketersediaan air. Ini membantu mengurangi frekuensi irigasi dan meningkatkan efisiensi penggunaan air.
- Sumber Hormon Pertumbuhan Alami. Urin sapi diketahui mengandung sejumlah kecil hormon pertumbuhan alami seperti auksin, giberelin, dan sitokinin. Hormon-hormon ini, meskipun dalam konsentrasi rendah, dapat merangsang pertumbuhan akar, tunas, dan perkembangan sel pada tanaman padi. Kehadiran hormon ini berkontribusi pada vigor tanaman yang lebih baik dan perkembangan yang lebih seragam.
- Meningkatkan Ketersediaan Karbon Organik. Aplikasi urin sapi menambahkan karbon organik ke dalam tanah, yang merupakan komponen vital untuk kesehatan tanah dan berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah. Peningkatan karbon organik juga berkontribusi pada peningkatan agregasi tanah dan kapasitas menahan air. Ini adalah fondasi bagi ekosistem tanah yang produktif dan berkelanjutan.
- Mendukung Keanekaragaman Hayati Tanah. Lingkungan tanah yang diperkaya dengan bahan organik dari urin sapi cenderung mendukung keanekaragaman mikroorganisme yang lebih luas. Keanekaragaman ini penting untuk stabilitas ekosistem tanah dan ketahanannya terhadap gangguan. Tanah yang kaya akan keanekaragaman hayati umumnya lebih produktif dan sehat.
- Mempercepat Dekomposisi Sisa Tanaman. Mikroorganisme yang diperkaya oleh urin sapi dapat mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman di sawah setelah panen. Ini membantu mengembalikan nutrisi ke dalam tanah dengan lebih cepat dan efisien, membentuk siklus nutrisi yang lebih tertutup dan berkelanjutan. Proses ini juga mengurangi kebutuhan untuk membakar sisa tanaman, yang berdampak negatif pada kualitas udara.
- Meningkatkan Toleransi Tanaman terhadap Salinitas. Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa aplikasi urin sapi dapat membantu tanaman padi dalam menghadapi kondisi tanah yang salin (asin). Senyawa organik dalam urin dapat membantu mengurangi dampak negatif garam pada tanaman dengan meningkatkan toleransi osmotik atau memfasilitasi penyerapan nutrisi lain. Ini memberikan harapan bagi pengembangan pertanian padi di lahan-lahan marjinal.
Penggunaan urin sapi sebagai pupuk organik telah banyak diimplementasikan di berbagai wilayah, terutama oleh petani skala kecil yang mencari alternatif hemat biaya dan berkelanjutan.
Di beberapa desa di Jawa Tengah, kelompok tani telah berhasil mengintegrasikan fermentasi urin sapi ke dalam praktik pertanian padi mereka.
Mereka melaporkan bahwa selain mengurangi pengeluaran untuk pupuk kimia, kualitas gabah yang dihasilkan juga menunjukkan peningkatan, seperti beras yang lebih pulen dan sehat.
Inisiatif ini sering kali didukung oleh penyuluh pertanian setempat yang memberikan bimbingan teknis mengenai pengolahan dan aplikasi yang tepat.
Studi kasus lain dari wilayah pedesaan di India, yang didokumentasikan dalam “Journal of Organic Farming” pada tahun 2016, menunjukkan bahwa petani yang beralih ke praktik pertanian organik dengan memanfaatkan urin sapi dan kotoran sapi, berhasil meningkatkan pendapatan mereka.
Hal ini terjadi karena biaya input yang lebih rendah dan harga jual produk organik yang lebih tinggi di pasar. Transisi ini tidak hanya memberdayakan petani secara ekonomi tetapi juga membangun ketahanan pangan lokal.
Program pelatihan dan lokakarya memainkan peran kunci dalam menyebarkan pengetahuan dan praktik ini kepada lebih banyak petani.
Pemerintah daerah di beberapa provinsi di Indonesia juga mulai mengadopsi dan mempromosikan pemanfaatan limbah ternak, termasuk urin sapi, sebagai bagian dari program pertanian berkelanjutan.
Ini seringkali diwujudkan melalui pemberian insentif atau subsidi untuk pembangunan unit pengolahan biogas yang juga menghasilkan pupuk cair organik.
Menurut Dr. Sri Lestari, seorang ahli kebijakan pertanian dari Kementerian Pertanian, “Pemanfaatan urin sapi adalah langkah strategis untuk mengurangi impor pupuk dan mewujudkan kemandirian pangan yang berbasis sumber daya lokal.” Namun, ada juga tantangan dalam adopsi massal.
Beberapa petani mungkin menghadapi kendala dalam pengumpulan dan pengolahan urin sapi dalam skala besar, terutama jika mereka tidak memiliki ternak sendiri atau fasilitas pengolahan yang memadai.
Bau menyengat yang dihasilkan dari urin sapi yang tidak difermentasi dengan baik juga bisa menjadi masalah lingkungan dan sosial di komunitas padat penduduk.
Oleh karena itu, inovasi dalam teknik fermentasi dan aplikasi yang efisien menjadi sangat penting untuk mengatasi hambatan ini. Dalam konteks pertanian organik bersertifikat, urin sapi menjadi komponen penting yang memenuhi standar keberlanjutan dan kealamian.
Sertifikasi organik seringkali membutuhkan petani untuk menggunakan pupuk alami dan menghindari bahan kimia sintetis.
Penggunaan urin sapi tidak hanya sesuai dengan filosofi ini, tetapi juga membantu petani memenuhi persyaratan ketat untuk memasuki pasar produk organik yang bernilai tinggi.
Ini membuka peluang ekonomi baru bagi petani yang berkomitmen pada praktik berkelanjutan. Selain manfaat langsung pada tanaman, aplikasi urin sapi juga menunjukkan dampak positif pada kesehatan lingkungan sekitar sawah.
Dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia, risiko pencemaran air tanah oleh nitrat dan fosfat dapat diminimalkan.
Ini juga berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca seperti dinitrogen oksida (N2O), yang merupakan gas rumah kaca kuat dari penggunaan pupuk nitrogen sintetis.
Praktik ini secara holistik mendukung ekosistem pertanian yang lebih sehat dan seimbang.
Menurut Prof. Ahmad Jufri, seorang pakar ekologi pertanian dari Institut Pertanian Bogor, “Sistem pertanian terintegrasi yang melibatkan ternak dan tanaman, dengan memanfaatkan limbah seperti urin sapi, adalah model ideal untuk pertanian masa depan.
Ini menciptakan siklus nutrisi yang efisien dan mengurangi ketergantungan pada input eksternal yang mahal dan merusak lingkungan.” Pendekatan ini juga meningkatkan resiliensi sistem pertanian terhadap perubahan iklim.
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa efektivitas urin sapi dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk jenis sapi, pakan yang diberikan, metode pengumpulan, proses fermentasi, jenis tanah, dan varietas padi.
Oleh karena itu, uji coba skala kecil dan adaptasi lokal sangat dianjurkan sebelum aplikasi skala besar. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan formulasi dan metode aplikasi yang paling sesuai untuk berbagai kondisi agroekologi.
Tips dan Detail Penerapan Urine Sapi untuk Tanaman Padi
Penerapan urin sapi sebagai pupuk cair memerlukan pemahaman yang tepat mengenai teknik dan dosis agar manfaatnya optimal bagi tanaman padi.
Berikut adalah beberapa tips dan detail penting yang perlu diperhatikan oleh petani dan praktisi pertanian untuk memaksimalkan potensi pupuk organik ini.
Ketelitian dalam setiap tahapan, mulai dari pengumpulan hingga aplikasi, akan sangat memengaruhi keberhasilan praktik ini di lapangan.
- Pengenceran yang Tepat. Urine sapi murni memiliki konsentrasi nutrisi yang tinggi dan dapat bersifat fitotoksik jika diaplikasikan tanpa pengenceran yang memadai. Rasio pengenceran yang umum direkomendasikan adalah 1:5 hingga 1:10 (1 bagian urin sapi untuk 5-10 bagian air), tergantung pada usia tanaman dan kondisi tanah. Pengenceran yang tepat memastikan nutrisi tersedia dalam konsentrasi aman yang dapat diserap tanaman tanpa menyebabkan keracunan atau stres.
- Fermentasi Sebelum Aplikasi. Proses fermentasi urin sapi sangat dianjurkan untuk meningkatkan ketersediaan nutrisi, mengurangi bau menyengat, dan membunuh patogen potensial. Fermentasi dapat dilakukan dengan menambahkan molase, mikroorganisme lokal (EM4), atau bahan organik lain ke dalam urin dan menyimpannya dalam wadah tertutup rapat selama 2-4 minggu. Proses ini mengubah bentuk nutrisi menjadi lebih mudah diserap tanaman dan menciptakan produk yang lebih stabil.
- Waktu Aplikasi yang Ideal. Aplikasi urin sapi sebaiknya dilakukan pada fase pertumbuhan kunci tanaman padi, seperti fase anakan aktif (sekitar 2-3 minggu setelah tanam) dan fase primordia bunga (sekitar 40-50 hari setelah tanam). Aplikasi pada fase ini memastikan nutrisi tersedia saat tanaman paling membutuhkannya untuk pertumbuhan vegetatif dan pembentukan gabah. Hindari aplikasi pada saat tanaman terlalu muda atau terlalu tua.
- Metode Aplikasi yang Efisien. Urin sapi yang telah diencerkan dapat diaplikasikan dengan cara disiramkan langsung di sekitar pangkal tanaman atau disemprotkan sebagai pupuk daun. Untuk aplikasi ke tanah, pastikan urin tidak langsung mengenai daun dalam konsentrasi tinggi. Jika disemprotkan, gunakan nosel yang menghasilkan kabut halus dan lakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari penguapan cepat dan kerusakan daun akibat terik matahari.
- Uji Tanah Berkala. Melakukan uji tanah secara berkala penting untuk memantau status nutrisi tanah dan menyesuaikan dosis aplikasi urin sapi. Hal ini membantu mencegah kelebihan atau kekurangan nutrisi, serta memastikan bahwa praktik pemupukan selaras dengan kebutuhan spesifik lahan. Data uji tanah juga dapat memberikan informasi mengenai pH tanah, yang dapat memengaruhi ketersediaan nutrisi dari urin sapi.
- Kombinasi dengan Bahan Organik Lain. Untuk hasil optimal, urin sapi dapat dikombinasikan dengan pupuk organik padat seperti kompos atau pupuk kandang. Kombinasi ini menyediakan spektrum nutrisi yang lebih luas dan meningkatkan kesehatan tanah secara holistik. Pupuk padat memperbaiki struktur tanah, sementara pupuk cair memberikan nutrisi instan yang mudah diserap tanaman.
- Penyimpanan yang Aman. Simpan urin sapi di tempat yang sejuk, gelap, dan berventilasi baik, jauh dari jangkauan anak-anak dan hewan. Gunakan wadah tertutup rapat untuk mencegah penguapan amonia dan menjaga kualitas pupuk. Penyimpanan yang benar juga mengurangi bau dan potensi pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan.
- Perhatikan Kondisi Cuaca. Hindari aplikasi urin sapi saat hujan lebat karena dapat menyebabkan nutrisi tercuci dan tidak efektif. Aplikasi yang terlalu lama di bawah sinar matahari terik juga dapat menyebabkan penguapan nitrogen. Pilih waktu aplikasi saat cuaca cerah dan tenang untuk memastikan penyerapan nutrisi yang maksimal oleh tanaman.
Berbagai studi ilmiah telah menguatkan potensi urin sapi sebagai pupuk organik yang efektif untuk tanaman padi. Sebuah penelitian komprehensif oleh Widyastuti et al.
(2017) yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, mengevaluasi pengaruh dosis urin sapi fermentasi terhadap pertumbuhan dan hasil padi varietas Ciherang.
Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan beberapa perlakuan dosis urin sapi yang berbeda, serta kontrol dengan pupuk kimia standar.
Hasilnya menunjukkan bahwa aplikasi urin sapi pada dosis optimal mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan bobot gabah kering panen secara signifikan, setara bahkan melebihi hasil yang diperoleh dari pupuk kimia, dengan peningkatan rata-rata 15% pada hasil gabah.
Studi lain oleh Raharjo dan Suryani (2019) di Buletin Tanah Tropika fokus pada dampak jangka panjang aplikasi urin sapi terhadap sifat kimia dan biologi tanah sawah.
Penelitian ini menggunakan metode pengujian laboratorium dan analisis metagenomik untuk mengidentifikasi perubahan populasi mikroba tanah.
Temuan mereka menunjukkan peningkatan kadar bahan organik tanah, kapasitas tukar kation, serta keanekaragaman dan aktivitas mikroorganisme tanah, termasuk bakteri penambat nitrogen dan pelarut fosfat.
Peningkatan aktivitas mikroba ini berkorelasi positif dengan siklus nutrisi yang lebih efisien dan kesehatan tanah yang lebih baik. Meskipun demikian, beberapa penelitian juga menyoroti potensi tantangan dan pandangan yang berbeda.
Misalnya, studi oleh Prasetyo (2018) dalam Agrotek Jurnal menyoroti bahwa urin sapi yang tidak difermentasi dengan baik atau diaplikasikan dalam konsentrasi terlalu tinggi dapat menyebabkan fitotoksisitas pada tanaman padi, terutama pada fase awal pertumbuhan.
Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar amonia yang dapat merusak jaringan tanaman. Oleh karena itu, penekanan pada proses fermentasi yang benar dan pengenceran yang sesuai menjadi sangat krusial untuk menghindari efek negatif ini.
Selain itu, ada kekhawatiran mengenai potensi bau dan keberadaan patogen jika penanganan tidak higienis, meskipun fermentasi yang efektif dapat memitigasi risiko ini secara signifikan.
Rekomendasi
Untuk mengoptimalkan manfaat urin sapi bagi tanaman padi, beberapa rekomendasi berbasis bukti perlu diterapkan.
Pertama, petani disarankan untuk mengadopsi praktik fermentasi urin sapi sebelum aplikasi, menggunakan inokulan mikroba atau molase, guna meningkatkan ketersediaan nutrisi dan mengurangi potensi fitotoksisitas.
Kedua, penentuan dosis dan rasio pengenceran yang tepat sangat penting, idealnya berdasarkan hasil uji tanah dan kebutuhan spesifik varietas padi, dengan panduan dari penyuluh pertanian.
Ketiga, waktu aplikasi harus disesuaikan dengan fase pertumbuhan kritis tanaman padi untuk memastikan penyerapan nutrisi yang maksimal. Pemerintah dan lembaga penelitian juga memiliki peran krusial dalam mendukung adopsi praktik ini.
Diseminasi informasi dan pelatihan mengenai teknik pengolahan serta aplikasi urin sapi yang benar harus diperluas ke seluruh sentra produksi padi.
Selain itu, pengembangan fasilitas pengolahan limbah ternak terintegrasi di tingkat komunitas dapat memfasilitasi pengumpulan dan produksi pupuk urin sapi dalam skala yang lebih besar dan efisien.
Dukungan kebijakan berupa insentif bagi petani yang beralih ke pupuk organik juga akan mempercepat transisi menuju pertanian berkelanjutan. Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk menggali potensi penuh urin sapi.
Studi mendalam tentang interaksi antara urin sapi dengan berbagai jenis tanah dan varietas padi, serta pengaruh jangka panjang terhadap produktivitas lahan dan keanekaragaman hayati tanah, perlu terus dilakukan.
Investigasi terhadap metode aplikasi yang inovatif, formulasi bio-fertilizer berbasis urin sapi, dan potensi sebagai biopestisida alami juga dapat membuka peluang baru.
Kolaborasi antara petani, peneliti, dan pembuat kebijakan akan menjadi kunci dalam mengembangkan sistem pertanian yang lebih resilient dan berkelanjutan.Pemanfaatan urin sapi sebagai pupuk organik untuk tanaman padi menawarkan serangkaian manfaat yang signifikan, mencakup peningkatan kesuburan tanah, penyediaan nutrisi esensial dan mikronutrien, serta peningkatan aktivitas mikroba tanah.
Praktik ini secara langsung berkontribusi pada peningkatan hasil panen dan kualitas gabah, sambil secara bersamaan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia sintetis yang mahal dan berpotensi merusak lingkungan.
Dengan demikian, urin sapi adalah komponen kunci dalam strategi pertanian berkelanjutan yang berupaya menciptakan sistem produksi pangan yang lebih ramah lingkungan, hemat biaya, dan efisien dalam penggunaan sumber daya.
Meskipun potensi urin sapi telah banyak dibuktikan secara ilmiah dan diimplementasikan di lapangan, optimalisasi praktik ini masih memerlukan perhatian lebih lanjut. Tantangan terkait pengolahan, bau, dan variabilitas komposisi memerlukan pendekatan yang inovatif dan berbasis riset.
Oleh karena itu, arah penelitian di masa depan harus fokus pada pengembangan teknik fermentasi yang lebih efisien, formulasi pupuk urin sapi yang spesifik untuk berbagai jenis tanah dan varietas padi, serta studi jangka panjang mengenai dampak kumulatifnya terhadap kesehatan ekosistem pertanian.