Temukan Rupiah Tertekan, Dolar Singapura Ungguli, Ringgit Lebih Perkasa, Kondisi Memprihatinkan Sekarang
Rabu, 21 Mei 2025 oleh jurnal
Rupiah Tertekan Dolar Singapura: Lebih Lemah dari Ringgit Malaysia?
Nilai tukar rupiah dalam beberapa tahun terakhir terus menunjukkan tren yang kurang menggembirakan terhadap mata uang global. Dibandingkan dolar Singapura, penurunan nilai rupiah terasa sangat signifikan, mencapai hampir 20%. Bagaimana perbandingan dengan mata uang negara tetangga seperti ringgit Malaysia, dan apa saja faktor yang mempengaruhinya?
Berdasarkan data dari Refinitiv, rupiah terus mengalami depresiasi sejak akhir tahun 2021 hingga 16 Mei 2025. Penurunan ini mencerminkan bahwa daya beli rupiah semakin tergerus di kancah internasional.
CNBC Indonesia Research melakukan perbandingan antara rupiah dengan beberapa mata uang utama, yaitu ringgit Malaysia (MYR), dolar Singapura (SGD), dolar Australia (AUD), poundsterling Inggris (GBP), dan dolar Amerika Serikat (USD). Hasilnya menunjukkan bahwa rupiah paling terpukul terhadap dolar Singapura, dengan penurunan mencapai 19,7% antara 31 Desember 2021 hingga 16 Mei 2025.
Terhadap mata uang lainnya, rupiah juga mengalami pelemahan, meskipun tidak separah terhadap dolar Singapura. Rupiah tercatat melemah sebesar 15,33% terhadap USD, 13,14% terhadap GBP, 11,44% terhadap MYR, dan 1,67% terhadap AUD.
Mengapa Dolar Singapura Begitu Kuat?
Dolar Singapura dikenal sebagai salah satu mata uang terkuat dan paling stabil di Asia. Kekuatan ini didukung oleh beberapa faktor kunci. Pertama, stabilitas ekonomi Singapura yang prima, dengan surplus transaksi berjalan yang besar dan cadangan devisa yang melimpah, menciptakan fondasi yang kokoh bagi nilai tukarnya.
Kedua, kebijakan moneter yang diterapkan oleh Monetary Authority of Singapore (MAS) berbeda dengan kebanyakan negara. MAS lebih fokus pada pengelolaan nilai tukar daripada suku bunga sebagai instrumen utama untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi.
Selain itu, dolar Singapura juga dianggap sebagai mata uang safe haven, menarik investor global yang mencari tempat aman untuk menyimpan aset di tengah ketidakpastian ekonomi. Diversifikasi dari dolar AS juga turut meningkatkan permintaan terhadap dolar Singapura sebagai alternatif yang lebih stabil. Inflasi yang terkendali menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi, sehingga dolar Singapura tidak mudah terdepresiasi.
Kombinasi fundamental ekonomi yang kuat, kebijakan moneter yang efektif, dan kepercayaan investor internasional menjadikan dolar Singapura sebagai mata uang yang tangguh di pasar keuangan global. Tak heran, rupiah seringkali tertekan ketika berhadapan dengan mata uang ini.
Dolar AS Juga Menekan Rupiah
Selain dolar Singapura, rupiah juga menghadapi tekanan dari dolar AS. Salah satu faktor utamanya adalah kebijakan moneter Amerika Serikat, terutama keputusan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed). Kenaikan suku bunga The Fed cenderung menarik investor untuk memindahkan dana dari negara berkembang seperti Indonesia ke aset berbasis dolar AS yang dianggap lebih menguntungkan.
Suku bunga The Fed cenderung berada di level yang relatif tinggi dalam tiga tahun terakhir, menambah tekanan pada rupiah. Ketidakpastian ekonomi global juga berperan penting. Saat terjadi gejolak ekonomi atau geopolitik, investor cenderung mencari aset yang aman, seperti dolar AS, sehingga permintaannya meningkat dan menekan nilai tukar rupiah.
Defisit transaksi berjalan Indonesia juga menjadi faktor yang mempengaruhi. Jika impor lebih besar daripada ekspor, permintaan terhadap dolar AS meningkat karena Indonesia membutuhkan lebih banyak dolar untuk membayar barang dan jasa dari luar negeri.
Di sisi lain, penurunan peringkat kredit AS oleh Moody's baru-baru ini berpotensi memberikan sedikit ruang bagi rupiah untuk menguat, karena pelemahan dolar AS bisa mengurangi tekanan terhadap mata uang negara berkembang. Namun, secara umum, rupiah tetap rentan terhadap pergerakan dolar AS karena ketergantungan Indonesia pada perdagangan internasional dan investasi asing.
Rupiah yang melemah memang bisa bikin pusing. Tapi jangan khawatir! Ada beberapa langkah yang bisa kamu lakukan untuk menjaga keuanganmu tetap stabil di tengah situasi ini. Yuk, simak tips berikut:
1. Evaluasi dan Prioritaskan Pengeluaran - Coba deh, lihat lagi catatan pengeluaranmu. Mana yang benar-benar penting, mana yang bisa dikurangi? Misalnya, kurangi makan di luar atau langganan aplikasi yang jarang dipakai.
Ini membantu menghemat uang dan mengalokasikan dana untuk kebutuhan yang lebih mendesak.
2. Diversifikasi Investasi - Jangan taruh semua telur dalam satu keranjang! Sebarkan investasimu ke berbagai instrumen, seperti saham, obligasi, reksa dana, atau bahkan properti.
Diversifikasi membantu mengurangi risiko kerugian jika salah satu investasi mengalami penurunan nilai.
3. Pertimbangkan Investasi dalam Aset yang Tahan Inflasi - Emas atau properti seringkali dianggap sebagai aset yang nilainya cenderung naik saat inflasi tinggi.
Investasi pada aset seperti ini dapat membantu menjaga nilai kekayaanmu dari gerusan inflasi.
4. Cari Penghasilan Tambahan - Kalau memungkinkan, coba cari sumber penghasilan tambahan. Bisa dengan freelance, berjualan online, atau memberikan les privat.
Penghasilan tambahan bisa membantu menutupi kenaikan harga barang dan jasa akibat pelemahan rupiah.
5. Bijak dalam Berutang - Hindari mengambil utang yang tidak perlu, terutama utang konsumtif. Jika terpaksa berutang, pastikan kamu mampu membayar cicilannya dengan lancar.
Utang yang tidak terkontrol bisa memperburuk kondisi keuanganmu saat rupiah melemah.
6. Pantau Perkembangan Ekonomi dan Keuangan - Selalu update dengan berita terbaru tentang ekonomi dan keuangan. Ini membantumu mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola keuanganmu.
Dengan informasi yang cukup, kamu bisa lebih siap menghadapi tantangan ekonomi yang ada.
Kenapa ya, kok rupiah bisa melemah terus menurut pendapat Bapak Bambang?
Menurut Bapak Bambang Brodjonegoro, seorang ekonom senior, pelemahan rupiah disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat dan ketidakpastian ekonomi global, sementara faktor internal mencakup defisit transaksi berjalan dan persepsi risiko terhadap ekonomi Indonesia.
Ibu Susi, bagaimana cara terbaik melindungi nilai tabungan kita saat rupiah lagi turun begini?
Menurut Ibu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, salah satu cara terbaik untuk melindungi nilai tabungan adalah dengan melakukan diversifikasi investasi. Beliau menyarankan untuk mempertimbangkan investasi pada instrumen yang lebih tahan terhadap inflasi dan fluktuasi nilai tukar, seperti obligasi pemerintah atau aset riil seperti properti.
Pak Joko, apa yang bisa pemerintah lakukan agar rupiah bisa kuat lagi?
Menurut Bapak Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, pemerintah dan Bank Indonesia terus berkoordinasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Langkah-langkah yang diambil meliputi intervensi di pasar valuta asing, menjaga inflasi tetap rendah, dan mendorong investasi asing langsung (FDI) untuk meningkatkan pasokan dolar AS.
Mbak Ani, apakah pelemahan rupiah ini akan berpengaruh besar pada harga barang-barang kebutuhan sehari-hari?
Menurut Ibu Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN, pelemahan rupiah berpotensi mempengaruhi harga barang impor, termasuk beberapa bahan baku industri dan barang konsumsi. Pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga dengan mendorong penggunaan produk lokal dan mencari alternatif sumber impor yang lebih murah.
Mas Budi, sebagai anak muda, investasi apa yang paling cocok saat rupiah sedang tidak stabil?
Menurut Bapak Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, bagi anak muda, investasi yang cocok saat rupiah tidak stabil adalah investasi pada diri sendiri (self-investment) melalui peningkatan keterampilan dan pengetahuan. Selain itu, investasi pada bisnis kecil atau startup juga bisa menjadi pilihan yang menarik, dengan mempertimbangkan risiko dan potensi keuntungannya.
Bu Ratna, bagaimana caranya agar kita tidak panik saat melihat nilai rupiah terus menurun?
Menurut Ibu Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri, penting untuk tetap tenang dan rasional dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar. Fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan, seperti pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga, serta hindari pengambilan keputusan impulsif berdasarkan emosi. Percayalah bahwa pemerintah dan Bank Indonesia terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi negara.