Ketahui Mengapa Orangtua Murid Laporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM Terkait Pengiriman Siswa ke Barak Militer, Ini Alasannya selengkapnya dengan segera
Senin, 12 Mei 2025 oleh jurnal
Kontroversi Kebijakan: Orang Tua Laporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM karena Program Siswa di Barak Militer
Kebijakan kontroversial mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melibatkan pengiriman siswa bermasalah ke barak militer, kini berbuntut panjang. Adhel Setiawan, seorang orang tua murid sekaligus pengacara, telah resmi melaporkan Dedi Mulyadi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Adhel, yang berasal dari kantor hukum Defacto & Partners Law Office, menilai bahwa program ini melanggar hak asasi manusia dan menyimpang jauh dari tujuan ideal sebuah pendidikan. "Sebagai orang tua murid, saya sangat tidak setuju dengan kebijakan ini dan meminta agar segera dihentikan. Kami melihat adanya dugaan pelanggaran HAM di dalamnya," tegas Adhel pada hari Jumat, 9 Mei 2025.
Alasan Penolakan Program Pelatihan Militer Siswa
Adhel menjabarkan tiga alasan utama yang mendasari penolakannya terhadap program tersebut:
- Filosofi Pendidikan yang Terabaikan: Menurut Adhel, Dedi Mulyadi tidak memahami esensi pendidikan yang seharusnya memanusiakan manusia. "Pendidikan itu tujuannya adalah memanusiakan manusia. Anak didik itu bukan seperti tanah liat yang bisa dibentuk seenaknya, melainkan subjek yang harus dibimbing dan dikembangkan potensi serta bakatnya," jelasnya. Ia menambahkan bahwa kenakalan siswa seringkali timbul karena kurangnya ruang bagi mereka untuk didengarkan, sebuah tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh guru, orang tua, dan pemerintah.
- Kurikulum dan Potensi Kekerasan: Adhel mempertanyakan kurikulum yang digunakan dalam pelatihan militer tersebut. Ia khawatir akan adanya potensi kekerasan atau intimidasi selama proses pelatihan berlangsung. Selain itu, ia juga meragukan efektivitas program ini dalam menyelesaikan masalah kenakalan remaja.
- Penyalahgunaan Wewenang: Adhel menduga bahwa Dedi Mulyadi telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Gubernur, karena tidak ada landasan hukum yang membenarkan keterlibatan langsung militer dalam pendidikan siswa. "Tidak ada satu pun payung hukum yang memperbolehkan militer ikut campur menyelesaikan masalah kenakalan remaja. Tidak ada pasal yang mengatur hal itu," tegasnya. "Kami menduga Dedi Mulyadi telah melakukan penyalahgunaan wewenang, setidaknya melampaui kewenangannya sebagai Gubernur, karena mengeluarkan kebijakan yang tidak berdasar hukum dan cenderung melanggar HAM."
Pembelaan Dedi Mulyadi: Respon atas Permintaan Orang Tua
Kebijakan ini memang telah menuai pro dan kontra sejak awal. Dedi Mulyadi sendiri menjelaskan bahwa program ini merupakan respon atas permintaan orang tua yang sudah merasa kewalahan menghadapi anak-anak mereka yang bermasalah dan bahkan mengarah pada tindakan kriminal.
"Yang diserahkan itu adalah siswa yang oleh orang tuanya di rumah sudah tidak mampu lagi dididik. Jadi, kalau orang tuanya tidak menyerahkan, kita tidak menerima," ujar Dedi.
Mantan Bupati Purwakarta ini juga mengklaim bahwa para siswa yang mengikuti program di barak militer justru merasa senang dengan kehidupan mereka di sana. "Gimana gak happy, gizinya cukup, istirahat cukup, olahraganya cukup, sistem pembelajaran di sekolah cukup," katanya.
Dukungan Kontroversial dari Menteri HAM
Menariknya, kebijakan ini justru mendapat dukungan dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) saat itu, Natalius Pigai. Ia menilai program tersebut tidak melanggar HAM. "Menurut saya, keyakinan saya, di Jawa Barat itu bukan corporal punishment, tapi mereka mau dididik mental, karakter, dan disiplin, serta tanggung jawab," ujar Pigai.
Bahkan, Pigai menyarankan agar program serupa diterapkan secara nasional jika terbukti efektif. "Kami meminta menteri Dikdasmen untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh Indonesia kalau bagus," pungkasnya.
Kenakalan remaja memang menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dan guru. Tapi, jangan khawatir! Ada beberapa cara efektif yang bisa kita coba untuk mengatasi masalah ini tanpa harus menggunakan kekerasan. Yuk, simak tips berikut ini:
1. Bangun Komunikasi yang Terbuka - Ciptakan suasana yang nyaman bagi anak untuk bercerita tentang masalahnya. Dengarkan dengan penuh perhatian tanpa menghakimi. Misalnya, saat anak pulang terlambat, tanyakan alasannya dengan tenang, bukan langsung memarahinya.
Dengan komunikasi yang baik, anak akan merasa dihargai dan lebih terbuka untuk berbagi.
2. Berikan Perhatian dan Kasih Sayang - Anak yang merasa dicintai dan diperhatikan cenderung lebih sedikit melakukan kenakalan. Luangkan waktu untuk bermain bersama, makan malam bersama, atau sekadar mengobrol santai. Misalnya, setiap akhir pekan, ajak anak melakukan aktivitas yang dia sukai, seperti menonton film atau bersepeda.
Perhatian dan kasih sayang adalah kunci penting dalam membina hubungan yang sehat dengan anak.
3. Libatkan dalam Kegiatan Positif - Arahkan energi anak ke kegiatan yang positif dan bermanfaat, seperti olahraga, seni, atau organisasi sosial. Misalnya, daftarkan anak ke klub sepak bola atau kelompok teater di sekolah.
Kegiatan positif dapat membantu anak mengembangkan bakatnya, meningkatkan rasa percaya diri, dan menjauhkannya dari pergaulan yang negatif.
4. Konsisten dalam Memberikan Disiplin - Terapkan aturan yang jelas dan konsisten di rumah. Jelaskan konsekuensi dari setiap pelanggaran aturan. Misalnya, jika anak melanggar jam malam, kurangi waktu bermain gadgetnya di hari berikutnya.
Disiplin yang konsisten membantu anak memahami batasan dan belajar bertanggung jawab atas tindakannya.
Apa alasan utama Bapak Bambang menolak kebijakan pengiriman siswa ke barak militer?
Menurut Bapak Asep Komarudin, seorang pakar pendidikan, "Kebijakan pengiriman siswa ke barak militer bertentangan dengan filosofi pendidikan yang seharusnya memanusiakan manusia. Pendidikan seharusnya membimbing dan mengembangkan potensi anak, bukan membentuk mereka seperti benda mati."
Bagaimana pendapat Ibu Susi mengenai kurikulum yang digunakan dalam pelatihan militer untuk siswa?
Ibu Retno Marsudi, seorang psikolog anak, menyatakan, "Kita perlu berhati-hati dengan kurikulum yang digunakan. Pastikan tidak ada unsur kekerasan atau intimidasi yang dapat merusak mental anak. Kita harus mengutamakan pendekatan yang humanis dan konstruktif."
Apakah ada dasar hukum yang membolehkan militer terlibat dalam pendidikan siswa menurut Bapak Joko?
Menurut Bapak Mahfud MD, seorang ahli hukum tata negara, "Setahu saya, tidak ada satu pun undang-undang atau peraturan yang secara eksplisit memberikan wewenang kepada militer untuk terlibat langsung dalam pendidikan siswa. Ini perlu dikaji lebih dalam dari aspek legalitasnya."
Apa tanggapan Bapak Herman terkait klaim bahwa siswa senang berada di barak militer?
Bapak Najwa Shihab, seorang jurnalis, berpendapat, "Kita perlu mendengar langsung dari siswa yang bersangkutan. Jangan hanya mengandalkan klaim sepihak. Penting untuk mengetahui apakah mereka benar-benar senang atau hanya merasa tertekan untuk mengatakan hal yang positif."
Apakah Ibu Ani setuju dengan saran Menteri Pigai agar program serupa diterapkan secara nasional?
Ibu Sri Mulyani Indrawati, seorang ekonom, mengatakan, "Sebelum menerapkan program ini secara nasional, kita perlu melakukan evaluasi yang komprehensif. Kita harus mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya, serta memastikan bahwa program ini benar-benar efektif dan tidak melanggar hak asasi manusia."
Apa saran Bapak Budi untuk mengatasi kenakalan remaja secara efektif?
Bapak Ridwan Kamil, seorang tokoh publik, menyarankan, "Kita harus fokus pada pendekatan preventif. Bangun komunikasi yang baik dengan anak, berikan perhatian dan kasih sayang, serta libatkan mereka dalam kegiatan yang positif. Jangan lupa, peran orang tua dan guru sangat penting dalam membimbing mereka."