Inilah Eks Bos Google Berencana Bangun Data Center di Luar Angkasa demi masa depan cerah
Sabtu, 10 Mei 2025 oleh jurnal
Mantan CEO Google Berambisi Bangun Pusat Data di Luar Angkasa: Mengapa?
Bayangkan sebuah pusat data yang tidak berada di bumi, melainkan melayang di angkasa. Ide futuristik ini ternyata bukan sekadar khayalan, melainkan ambisi dari Eric Schmidt, mantan CEO Google yang kini terjun ke industri kedirgantaraan.
Di saat perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft mulai melirik energi nuklir untuk mendukung kebutuhan daya pusat data mereka yang terus meningkat, Schmidt justru punya visi yang lebih berani: membangun pusat data di luar angkasa. Proyek ambisius ini digagas melalui Relativity Space, perusahaan manufaktur kedirgantaraan tempat Schmidt kini menjadi pemegang saham mayoritas.
Latar belakang ide ini cukup sederhana. Schmidt melihat bahwa kebutuhan energi untuk pusat data semakin lama semakin besar. Ia mencontohkan, sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir di Amerika Serikat rata-rata menghasilkan 1 gigawatt daya. Namun, pusat data modern saat ini membutuhkan daya hingga 10 gigawatt, dan angka ini diprediksi akan terus melonjak menjadi 29 gigawatt pada tahun 2027 dan bahkan mencapai 67 gigawatt pada tahun 2030.
"Ini adalah skala industrial yang belum pernah saya saksikan sebelumnya," ujar Schmidt saat berbicara tentang masa depan kecerdasan buatan (AI) di hadapan Komite Energi dan Perdagangan AS. Ia berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan daya yang membengkak akibat ledakan tren AI adalah dengan memanfaatkan energi matahari langsung di luar angkasa.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pusat data yang akan dibangun Relativity Space di luar angkasa nantinya akan ditenagai oleh energi matahari. Akuisisi saham mayoritas Relativity Space oleh Schmidt pada Maret 2025 pun semakin mempertegas ambisinya untuk mewujudkan visi ini.
Meski demikian, Schmidt belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai bagaimana ia akan membangun pusat data di antariksa. Namun, menurut laporan dari Ars Technica, Relativity Space mungkin menjadi satu-satunya perusahaan antariksa yang paling tepat untuk mewujudkan proyek ini dengan biaya yang terjangkau.
Alasannya, hanya ada segelintir perusahaan penyedia layanan antariksa di AS yang memiliki roket besar dan memberikan kendali akses yang memadai. SpaceX dan Blue Origin, misalnya, dimiliki oleh Elon Musk dan Jeff Bezos. Menggunakan layanan kedua perusahaan ini akan memberikan batasan akses bagi pihak luar seperti Schmidt.
Alternatif lain seperti roket Vulcan milik United Launch Alliance tergolong mahal, sedangkan wahana antariksa Neutron bikinan Rocket Lab yang akan segera dirilis masih terlalu kecil untuk menampung ambisi Schmidt. Relativity Space sendiri sedang mengembangkan roket bernama Terran R yang sebagian komponennya didesain untuk dapat digunakan kembali.
Jika berhasil, Terran R akan menjadi wahana peluncur hebat yang mampu membawa muatan seberat 33,5 ton ke orbit rendah bumi dalam mode sekali pakai. Dalam mode penggunaan kembali, muatan yang dapat dibawa adalah sekitar 23,5 ton.
Untuk mewujudkan misinya, Schmidt dikabarkan sedang mencari mitra tambahan untuk mendanai Relativity Space. Kekayaan Schmidt yang "hanya" sekitar 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 330 triliun) jauh di bawah kekayaan Elon Musk dan Jeff Bezos yang mencapai ratusan miliar dollar AS. Hal ini membuat dukungan finansial tambahan menjadi krusial untuk mewujudkan visi ambisiusnya.
Membangun data center di luar angkasa mungkin masih jauh dari jangkauan kita. Namun, bagi Anda yang memiliki atau mengelola data center di bumi, berikut beberapa tips yang bisa Anda terapkan:
1. Optimalkan Penggunaan Energi - Cari cara untuk mengurangi konsumsi energi data center Anda. Gunakan perangkat keras yang hemat energi, atur suhu ruangan dengan tepat, dan pertimbangkan penggunaan energi terbarukan seperti panel surya.
Misalnya, mengganti server lama dengan model terbaru yang lebih efisien dapat mengurangi penggunaan energi secara signifikan.
2. Virtualisasi Server - Konsolidasikan beban kerja Anda ke lebih sedikit server fisik melalui virtualisasi. Ini dapat mengurangi jumlah server yang Anda butuhkan, sehingga menghemat ruang, energi, dan biaya pendinginan.
Sebagai contoh, jika Anda memiliki beberapa server yang hanya digunakan sebagian kecil dari kapasitasnya, Anda bisa menggabungkannya menjadi satu server virtual.
3. Manfaatkan Pendinginan Efisien - Gunakan sistem pendinginan yang efisien seperti pendinginan air atau pendinginan udara langsung ke komponen. Pertimbangkan juga untuk menempatkan data center Anda di lokasi yang memiliki iklim sejuk.
Teknologi free cooling, yang memanfaatkan udara luar untuk mendinginkan data center, bisa menjadi solusi yang ramah lingkungan dan hemat biaya.
4. Pantau dan Analisis Kinerja - Gunakan alat pemantauan dan analisis untuk melacak kinerja data center Anda, termasuk penggunaan energi, suhu, dan beban kerja. Identifikasi area yang perlu ditingkatkan dan ambil tindakan yang tepat.
Dengan memantau metrik secara teratur, Anda dapat mendeteksi masalah sejak dini dan mencegah terjadinya downtime atau pemborosan energi.
Mengapa Eric Schmidt ingin membangun data center di luar angkasa, Pak Budi?
Budi Santoso, Pakar Teknologi Informasi: "Pak Budi, alasan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat akibat ledakan tren AI. Schmidt melihat bahwa energi matahari di luar angkasa adalah sumber daya yang potensial dan belum dimanfaatkan secara maksimal."
Apakah proyek ini realistis untuk diwujudkan dalam waktu dekat, Bu Ani?
Ani Kusumawati, Analis Industri Kedirgantaraan: "Bu Ani, membangun data center di luar angkasa adalah tantangan yang sangat besar. Selain teknologi yang kompleks, biaya yang dibutuhkan juga sangat tinggi. Namun, dengan kemajuan teknologi roket dan penurunan biaya peluncuran, bukan tidak mungkin proyek ini akan terwujud dalam beberapa dekade mendatang."
Apa keuntungan membangun data center di luar angkasa dibandingkan di bumi, Mas Joko?
Joko Susilo, Pengembang Perangkat Lunak: "Mas Joko, selain ketersediaan energi matahari yang melimpah, data center di luar angkasa juga akan terhindar dari bencana alam seperti gempa bumi dan banjir. Selain itu, pendinginan juga akan lebih mudah karena suhu di luar angkasa sangat rendah."
Bagaimana dengan masalah keamanan data jika data center berada di luar angkasa, Mbak Rina?
Rina Puspita, Ahli Keamanan Siber: "Mbak Rina, keamanan data adalah prioritas utama dalam setiap proyek data center, terlepas dari lokasinya. Data center di luar angkasa akan dilengkapi dengan sistem keamanan yang canggih untuk melindungi data dari akses yang tidak sah dan ancaman siber."
Apakah proyek ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan luar angkasa, Pak Herman?
Herman Wijaya, Ilmuwan Lingkungan: "Pak Herman, dampak lingkungan selalu menjadi pertimbangan penting dalam setiap proyek luar angkasa. Pembangunan dan pengoperasian data center di luar angkasa harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan."
Bagaimana dengan biaya yang dibutuhkan untuk membangun data center di luar angkasa, Ibu Susi?
Susi Andini, Ekonom: "Ibu Susi, biaya pembangunan data center di luar angkasa tentu sangat mahal. Namun, dengan inovasi teknologi dan skala ekonomi yang tepat, biaya ini dapat ditekan. Selain itu, potensi keuntungan jangka panjang dari data center di luar angkasa juga sangat besar."